Selasa, 22 Desember 2009

GURU SUPER INDONESIA


Cirebon, Pada dasarnya setiap aktivitas pekerjaan merupakan pengulangan kehidupan yang pernah dilalui oleh setiap orang. Tetapi mengapa bisa terjadi perbedaan pencapaian prestasi? Tentunya ada banyak alasan dalam menjawab pertanyaan tersebut.

Diantaranya yang utama adalah keengganan dalam meningkatkan akan perkembangan ilmu, teknologi dan informasi terbaru, lemahnya motivasi/tanggung jawab dalam menjalankan tugas dan rendahnya imajinasi dalam menciptakan inovasi-inovasi pembelajaran. Kondisi inilah yang sepertinya sedang terjadi pada sebagian guru dalam menjalankan aktivitas pembelajaran di sekolah sehingga output yang dihasilkan belum maksimal.


Dengan latar belakang tersebut, melalui Seminar Akbar Guru Super Indonesia yang dibawakan langsung oleh Life Consultant Indonesia Mario Teguh, tantangan ini akan mampu dijawab dengan menjadi guru yang memiliki mental dan kualitas Guru Super.


Sebagai upaya menggalang kesatuan pikiran dan kesehatian dari para guru di Indonesia untuk menjadikan diri pribadi mereka sebagai teladan, penganjur, dan pengharus kesetiaan para murid kepada perilaku mental dan fisik yang benar, yang saling memuliakan, dan yang mengupayakan pencapaian kualitas dan kemampuan yang setinggi mungkin bagi pembangunan bangsa.

Secara umum dapat kami sebutkan yaitu :

1. Menanamkan mindset mendidik yang tepat
2. Mengembangkan potensi guru dalam mendidik siswa secara paripurna
3. Menumbuhkembangkan motivasi dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik


Kegiatan yang Insya Allah akan digelar di Sasana Budaya Ganesha (SABUGA) ITB Bandung bertujuan membantu para guru di Indonesia untuk membangun kualitas dan kemampuan dalam diri mereka, untuk menjadi pemimpin proses belajar-mengajar yang menggembirakan, yang mencerahkan, yang cerdas, dan yang menyemangati untuk mencapai hasil terbaik.


Dengannya, para guru di Indonesia diharapkan akan mencapai peran mulianya sebagai penumbuh bangsa, yang dengannya dalam program ini disebut sebagai Guru Super Indonesia

Undangan lebih dari 5000 telah disebar mereka yang berprofesi sebagai guru, pengajar, dan siapa pun yang bertugas mempengaruhkan semangat penumbuhan dan pengembangan diri pada pribadi Indonesia akan dilibatkan dalam acara ini sebagai persembahan dari Rumah Zakat Indonesia pada hari Senin (28/12) mulai pukul 11.30 wib.


Cirebon, 22 Desember 2009

Marketing Support & Media Relationship

Rumah Zakat Indonesia

Cabang Cirebon


Alamsyah Nuruzzaman

0815 616 8800

alamsyah_nuruzzaman@rumahzakat.org

kangalamsyah@gmail.com

ulurkantangan.blogspot.com

FESTIVAL ANAK JUARA DI AWAL 1431 HIJRIAH

CIREBON. Bertepatan dengan momentum pergantian tahun hijriah, Rumah Zakat Indonesia (RZI) Cabang Cirebon menggelar berbagai jenis kegiatan lomba dengan mengangkat tema Semangat Muharram, Semangat Juara. Adapun perlombaan yang dipertandingkan antara lain MTQ, Tahfidz Qur’an, Hafalan doa sehari-hari, pidato, puisi, cerdas cermat dan berbagai perlombaan lainnya.

Kegiatan yang dilaksanakan di Auditorium Islamic Centre Kota Cirebon ini diikuti lebih dari 150 anak asuh yang mewakili masing-masing Integrated Community Development (ICD). Menurut Lisaidah EduCare Officer RZI Cabang Cirebon, selain untuk menghidupkan momen pergantian tahun Islam serta sebagai bentuk apresiasi anak-anak untuk memaknai Muharram atau Hijrah, kegiatan yang bertajuk Festival Anak Juara (FAJ) ini juga diadakan sebagai ajang menggali potensi anak-anak binaan yang selama ini menerima beasiswa dari RZI Cirebon.

Habibi (16) salah satu peserta dari Korwil Lemahwungkuk yang menjadi juara I Tahfidz Al Quran menuturkan bahwa dari kegiatan tersebut banyak hal yang didapatkannya. ”Saya jadi terpacu untuk belajar lebih giat lagi dalam menguatkan hafalan Al Quran. Selain itu acara ini dapat menjadi ajang silaturahim yang bisa menjadi motivasi untuk banyak belajar,” tutur siswa kelas II Madrasah Aliyah Nahdhatul Ulama Astanajapura Kabupaten Cirebon.***

Selasa, 15 Desember 2009

Hukum Investasi Saham (Reksadana) dan Cara Mengeluarkan Zakatnya



Ustadz bagaimana hukumnya berinvestasi dengan saham dalam Islam? Dan apakah kedua

investasi tersebut dikenakan zakat dan bagaimana cara perhitungan zakatnya? Jazakallah

khairan.

Sobat Zakat yang dirahmati Allah SWT, Para ulama sepakat bahwa hukum menginvestasikan harta melalui

pembelian/pemilikan saham (sejauh bidang usaha perusahaan yang menerbitkan saham tersebut adalah halal) adalah sah secara syar'i. Hal ini sesuai dengan hasil pertemuan ulama internasional pada Muktamar ke-7 Majma' Fiqh Islami tahun 1992 di Jeddah yang menjadi dasar fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI No. 05/DSNMUI/ IV/2000 tentang jual beli saham. Hasil dari keuntungan investasi saham ini wajib dikeluarkan zakatnya sesuai dengan kesepakatan para ulama pada Muktamar Internasional Pertama tentang zakat di Kuwait (29 Rajab 1404.) Namun para ulama berbeda tentang kewajiban pengeluaran

zakatnya. Pendapat pertama yang dikemukakan oleh Syeikh Abdurrahman Isa dalam kitabnya “al- Mu'amalah al-Haditsah wa Ahkmuha” mengatakan bahwa yang harus diperhatikan sebelum pengeluaran zakat adalah status perusahaannya, dimana:

1. Jika perusahaan tersebut hanya bergerak di bidang layanan jasa, misalnya biroperjalanan, biro iklan, perusahaan jasa angkutan (darat, laut, udara), perusahaan hotel, maka sahamnya tidak wajib dizakati. Hal ini dikarenakan saham–saham itu terletak pada alat–alat, perlengkapan, gedung–gedung, sarana dan prasarana lainnya. Namun keuntungan yang diperoleh dimasukkan ke dalam harta para pemilik saham tersebut, lalu zakatnya dikeluarkan bersama harta lainnya jika telah mencapai haul dan nishab (jangka waktu dan jumlah tertentu).


2. Jika perusahaan tersebut adalah perusahaan dagang murni yang melakukan transaksi jual beli komoditi tanpa melakukan proses pengolahan, seperti perusahaan yang menjual hasil–hasil industri, perusahaan dagang dalam negeri, perusahaan ekspor-impor, dan lain lain, maka saham–saham perusahaan tersebut wajib dikeluarkan zakatnya di samping zakat atas keuntungan yang diperoleh. Caranya adalah dengan menghitung kembali jumlah keseluruhan saham kemudian dikurangi harga alat-alat, barangbarang ataupun inventaris lainnya. Besarnya kadar zakat adalah 2,5 % dan bisa dikeluarkan setiap akhir tahun.


3. Jika perusahaan tersebut bergerak di bidang industri dan perdagangan sekaligus, artinya melakukan pengolahan suatu komoditi dan kemudian menjual kembali hasil produksinya, seperti perusahaan Minyak dan Gas (MIGAS), perusahaan pengolahan mebel, marmer dan sebagainya, maka sahamnya wajib dizakatkan dengan mekanisme yang sama dengan perusahaan kategori kedua. Pendapat kedua adalah pendapat Abu Zahrah. Menurutnya, saham wajib dizakatkan tanpa melihat statusperusahaannya karena saham adalah harta yang beredar dan dapat diperjual–belikan, dan pemiliknya mendapatkan keuntungan dari hasil penjualan tersebut. Ini termasuk kategori komoditi perdagangan dengan besaran zakat 2,5% dari harga pasarnya. Caranya adalah setiap akhir tahun, yang bersangkutan melakukan penghitungan harga saham pada harga pasar, lalu menggabungkannya dengan dividen (keuntungan) yang diperoleh. Jika besarnya harga saham dan keuntungannya tersebut mencapai nishab maka saham tersebut wajib dizakatkan.


Yusuf Qardawi sendiri mempunyai pendapat yang agak berbeda dengan kedua pendapat di atas. Beliau mengatakan jika saham perusahaan berupa barang atau alat seperti mesin produksi, gedung, alat transportasi dan lain-lain, maka saham perusahaan tersebut tidak dikenai zakat. Zakat hanya dikenakan pada hasil bersih atau keuntungan yang diperoleh perusahaan, dengan kadar zakat 10 persen. Hukum ini juga berlaku untuk aset perusahaan yang dimiliki oleh individu/perorangan. Lain halnya kalau saham perusahaan berupa komoditi yang diperdagangkan (tercatat di bursa saham), zakat dapat dikenakan pada saham dan keuntungannya sekaligus karena dianalogikan dengan urudh tijarah (komoditi perdagangan). Besarnya kadar zakat adalah 2,5%. Hal ini juga berlaku untuk aset serupa (surat-surat berharga lainnya) yang dimiliki oleh perorangan. Pendapat yang terakhir ini, sebagaimana disampaikan Yusuf Qaradawi nampaknya lebih mudah dalam aplikasinya. Zakat saham hanya diwajibkan pada saham yang berupa komoditi perdagangan dengan kadar zakat 2,5%.#

Zakat Reksadana?


Assalamu 'alaikum warohmatullah wabarokatuh
Sudah 1 tahun ini saya selalu menyisihkan 5 - 10 % penghasilan kami suami-istri untuk diinvestasikan di reksadana saham syariah, tapi kami bingung bagaimana cara perhitungan zakatnya. Mohon penjelasannya pak ustadz. Terima kasih.
Jawaban:
Alhamdulillah, shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
semoga Allah Ta'ala senantiasa melimpahkan kerahmatan-Nya kepada saudara dan keluarga.
Reksadana adalah suatu wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek. Dana yang terkumpul dari investor akan digunakan oleh manajer investasi untuk membeli surat-surat berharga yang dikeluarkan oleh perusahaan-perusahaan yang sudah dianggap sesuai dengan syariat atau yang tergabung dalam Jakarta Islamic Index, atau obligasi syariah, atau deposito yang diterbitkan oleh bank syariah.
Sebelum saya menjawab lebih lanjut, tentang metode menghitung zakat dana yang saudara investasikan pada reksadana syariah. Alangkah baiknya bila sebelumnya saya sedikit menyinggung tentang hukum investasi pada reksadana saham syari'at.
Sebatas pengetahuan saya yang dangkal, sistem yang diterapkan oleh para Manajer Investasi Reksadana Syari'at tidak selaras dengan syari'at Islam. Yang terjadi hanyalah praktek manipulasi syari'at Allah belaka. Mempermainkan istilah-istilah yang dikenal dalam syari'at, akan tetapi konsekuensi dari masing-masing istilah tersebut tidak diindahkan.
Untuk lebih jelasnya, berikut saya nukilkan mekanisme kerja reksadana syari'at sebagaimana yang dijelaskan oleh DEWAN SYARI'AH NASIONAL pada fatwanya No: 20/DSN-MUI/IV/2001.
***
1. Mekanisme operasional dalam Reksadana Syari'ah terdiri atas:
a. antara pemodal dengan Manajer Investasi dilakukan dengan sistem wakalah, dan
b. antara Manajer Investasi dan pengguna investasi dilakukan dengan sistem mudharabah.
2. Karakteristik sistem mudarabah adalah:
a. Pembagian keuntungan antara pemodal (sahib al-mal) yang diwakili oleh Manajer Investasi dan pengguna investasi berdasarkan pada proporsi yang telah disepakati kedua belah pihak melalui Manajer Investasi sebagai wakil dan tidak ada jaminan atas hasil investasi tertentu kepada pemodal.
b. Pemodal hanya menanggung resiko sebesar dana yang telah diberikan.
c. Manajer Investasi sebagai wakil tidak menanggung resiko kerugian atas investasi yang dilakukannya sepanjang bukan karena kelalaiannya (gross negligence/tafrith).
Demikianlah mekanisme pengelolaan dana yang dilakukan oleh Manajer Investasi Reksadana Syari'ah.
Pada penjelasan ini terdapat keganjilan yang tidak dapat dibenarkan dalam syari'at. Untuk dapat mengetahui keganjilan tersebut, saya mengajak saudara untuk mencermati hak dan kewajiban masing-masing pihak terkait. Berikut saya nukilkan penjelasan dari MUI pada fatwa tersebut di atas:
Pasal 3
Hubungan dan Hak Pemodal
1. Akad antara Pemodal dengan Manajer Investasi dilakukan secara wakalah.
2. Dengan akad wakalah sebagaimana dimaksud ayat 1, pemodal memberikan mandat kepada Manajer Investasi untuk melaksanakan investasi bagi kepentingan Pemodal, sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Prospektus.
3. Para pemodal secara kolektif mempunyai hak atas hasil investasi dalam Reksadana Syari'ah.
4. Pemodal menanggung risiko yang berkaitan dalam Reksadana Syari'ah.
5. Pemodal berhak untuk sewaktu-waktu menambah atau menarik kembali penyertaannya dalam Reksadana Syari'ah melalui Manajer Investasi.
6. Pemodal berhak atas bagi hasil investasi sampai saat ditariknya kembali penyertaan tersebut.
7. Pemodal yang telah memberikan dananya akan mendapatkan jaminan bahwa seluruh dananya akan disimpan, dijaga, dan diawasi oleh Bank Kustodian.
8. Pemodal akan mendapatkan bukti kepemilikan yang berupa Unit Penyertaan Reksadana Syariah.
Pasal 4
Hak dan Kewajiban Manajer Investasi dan Bank Kustodian
1. Manajer Investasi berkewajiban untuk melaksanakan investasi bagi kepentingan Pemodal, sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Prospektus.
2. Bank Kustodian berkewajiban menyimpan, menjaga, dan mengawasi dana Pemodal dan menghitung Nilai Aktiva Bersih per-Unit Penyertaan dalam Reksadana Syari’ah untuk setiap hari bursa.
3. Atas pemberian jasa dalam pengelolaan investasi dan penyimpanan dana kolektif tersebut, Manajer Investasi dan Bank Kustodian berhak memperoleh imbal jasa yang dihitung atas persentase tertentu dari Nilai Aktiva Bersih Reksa Dana Syari'ah.
4. Dalam hal Manajer Investasi dan/atau Bank Kustodian tidak melaksanakan amanat dari Pemodal sesuai dengan mandat yang diberikan atau Manajer Investasi dan/atau Bank Kustodian dianggap lalai (gross negligence/tafrith), maka Manajer Investasi dan/atau Bank Kustodian bertanggung jawab atas risiko yang ditimbulkannya.
***
Dengan jelas MUI menyatakan bahwa hubungan antara pemodal dengan manejer investasi adalah hubungan wakalah. Akan tetapi ketika tiba di hak, MUI menyatakan bahwa hak Manejer Investasi adalah imbalan jasa yang dihitung atas persentase tertentu dari nilai aktiva bersih Reksadana. Dengan penjelasan ini nampak dengan jelas bahwa pada mekanisme kerja Reksadana terdapat gharar atau ketidak jelasan.
Ketidak jelasan yang saya maksud berkaitan dengan nominal upah yang menjadi hak manejer investasi. Yang demikian itu karena hak Manajer Investasi adalah persentasi dari Nilai Aktiva Bersih, padahal Nilai Aktiva Bersih pada saat penjualan tidak diketahui. Dengan demikian hak Manejer Investasipun secara otomatis tidak dapat diketahui pula. Dinyatakan dalam kaedah:

مَجْهُولاً المَعْلُومِ يَصِيْرُ المَعْلُومُ عَلَى المَجْهُولُ دَخَلَ اإَذَ

"Bila ada sesuatu yang tidak jelas mencampuri sesuatu yang jelas, maka yang jelas menjadi tidak jelas."

Sebagai misal: Tatkala terjadi kesepakatan antara pemodal dengan Manajer Investasi dalam pembagian hak, bahwa hak mereka dari keuntungan investasi adalah 50 % : 50 %, sedangkan nominal keuntungan belum diketahui maka itu artinya hak manejemen investasipun tidak dapat diketahui. Padahal akad yang terjalin antaranya dengan pemodal adalah akad wakalah dan bukan akad bagi hasil atau mudharabah. Dengan demikian hak yang ia miliki adalah upah dan bukan bagi hasil. Karena wakalah dengan upah adalah salah satu bentuk dari akad ijarah, bila demikian adanya maka nominal upah haruslah telah diketahui pada awal akad, dan bukan dengan persentase dari suatu nilai yang belum jelas. (Bada'ius Shanaa'i oleh Al kasaani 6/81, Al Furu' oleh Ibnu Muflih 4/284, Majmu' Fatawa Ibnu Taimiyyah 29/104 & Nihayatul Muhtaaj 5/266, I'anatut Thalibin 3/109.)
Saya yakin anda semua telah mengetahui perbedaan antara akad wakalah dengan akad mudharabah. Untuk sedikit mengingatkan saja, tidak ada salahnya bila pada kesempatan ini saya menyebutkan salah satu perbedaan antara keduanya yang paling menonjol:
Pada akad wakalah, seorang wakil hanya berhak menerima upah alias ujrah yang telah disepakati, tanpa memperdulikan apakah perniagaan yang dijalankan mendatangkan keuntungan atau tidak sebgaiamana yang dialami oleh para pekerja perusahaan atau toko. Sedangkan pada akad mudharabah, seorang palaksana usaha ('amil) berhak mendapatkan bagian dari keuntungan, sehingga ia hanya akan mendapat bagian bila usaha yang dijalankan mendatangkan keuntungan. Adapun bila usaha yang dijalankan merugi maka seorang 'amil tidak mendapatkan apa-apa.
Dengan demikian, mekanisme kerja Reksadana yang ada di masyarakat belum bisa dibenarkan dan belum selaras dengan syari'at Islam.
Catatan serupa juga ditujukan pada hak Bank Kustodian, dimana ia mendapatkan hak berupa persentasi dari Nilai Aktiva bersih, padahal ia bukan pelaksana usaha atau pemodal, akan tetapi ia adalah penyedia jasa penyimpanan, penjagaan dan penghitungan. Dengan demikian, hak yang semestinya ia terima adalah upah dan bukan bagi hasil atau persentasi dari nilai aktiva bersih.
Adapun penghitungan zakat, maka berdasarkan penjelasan di atas, saudara dapat langsung menjumlahkan modal saudara yang telah anda sertakan dalam reksadana ditambah dengan tabungan dan simpanan emas yang saudara miliki, kemudian dikalikan dengan 2,5 %. Dan hasil pengalian itulah total zakat yang harus saudara bayarkan.
Adapun hasil atau keuntungan yang saudara peroleh dari Reksadana, maka saya tidak menganjurkan untuk anda gunakan. Dan sebaliknya saya menganjurkan saudara untuk berhenti dari investasi di reksadana, dan berpindah pada investasi lain yang lebih jelas mekanisme dan pengelolaannya. Wallahu a'alam bisshowab.
Ustadz Muhammad Arifin Badri, M.A.

Jumat, 11 Desember 2009

TRAGEDI LEUWIGAJAH


2005 Udara nampak mendung di wilayah Leuwi Gajah, Cimahi. Beberapa relawan dan petugas terlihat sibuk menggali timbunan lonsor, mencari korban yang diperkirakan masih banyak, beberapa orang lagi sibuk membagikan obat-obatan dan makanan kepada penduduk yangn menjadi korban longsor sampah dua hari lalu itu. Ratusan pengungsi sebagiannya di tampung di tenda-tenda darurat, dengan perbekalan dan makanan seadanya.

Malam mengerikan yang merenggut banyak korban. Tiba-tiba kampung ini menjadi berita nasional saat ini, media cetak, dan elektronik meliput berita duka kampung ini dengan tuliusan tebal, bahkan sebagian media lain menaruhnya sebagai cover dengan hurup dan gambar yang dibikin besar. Kini seluruh Indonesia tahu, untuk setidaknya mendengar dan melihat di televis, tentang permasalahan dan akibatnya dikampung ini, sampah. Dan kini semua memperbincangkannya, setelah terlebih dahulu mengambil tumbal yang sangat banyak.

Ya, sampah. Aku sendiri masih tak percaya dengan kejadian ini semua, dan semua berawal dari sampah. Sampah yang telah merenggut seluruh keluargaku dan harapanku. Ibuku, ayahku…serta adikku. Sampah yang selalu menebarkan bau busuk tiap hari di kampungklu ini, sampah yang merupakan barang buangan dari orang-orang kota, sampah yang selalu disepelekan dan dilupakan. Sampah..! kenapa kami yang hatrus jadi korban?

Aku masih duduk, tertunduk lemas dekat posko relawan yang sejak dua hari kemarin berdiri, plastik hitam berisi cimol pedas pesanan adikku masih ku genggam. Aku sendiri bingung, entah apa yang harus kulakukan kini, mayat kedua orang tuaku telah dievakuasi kemarin. Atas pertimbangan bibiku kedua jenazahnya di bawa ke Sumedang. Sementara aku menunggu disini, menanti kabar tentang adikku yang masih belum ditemukan. Aku hanya berharap semoga ia selamat, meski aku tahu kemungkinannya sangat kecil. Karena bencana ini menimpa hampir seluruh Kampung.

Meski shock, aku masih bisa menahan diri, aku mencoba menguatkan diri setelah apa yang terjadi dengan keluargaku, tetangga dan teman-temanku, aku juga tidak tahu siapa yang harus kusalahkan dari kejadian ini. Apakah pemerintah yang lamban bertindak? Ataukah para pemulung yang selalu mencuri pipa penyalur panas limbah? Aku menyesal, seandainya waktu itu aku membawa adikku, setidaknya aku tidak akan kehilangan seluruh anggota keluargaku.

Aku menarik nafas panjang, butiran-butiran hangat terus keluar dari mataku. Aku harus tabah! Lalu kupejamkan mata kuat-kuat, mencoba mengingat pertemuan terakhir kami siang itu, pertemuan yang tak akan terulang lagi…

“Teh Imas, Asep ngiring (ikut)”. Rengek Asep adikku yang baru berumur lima tahun ini, rupanya ia mendengar kalau aku akan pergi mengunjungi bibiku di Sumedang, padahal ia sedang guyang (main Lumpur-red) dengan teman-temannya di genangan air, genangan yang selalu ada manakala hujan turun mengguyur kampung kecil kami.

“Asep di rumah aja, Teteh gak akan lama, Asep main lagi aja sama Ujang” bujukku padanya.

“Gak mau! Asep Pingin ikut!” adikku bersikeras, wajah polosnya menampakan keinginan yang kuat.

“Asep Ulah bedegong (jangan nakal)! Hoyong diciwit (mau dicubit)!” aku membentaknya, dan benar saja setelah kubentak ia langsungh terdiam, air matanya keluar, lalu menangis sesenggukan. Sebenarnya aku tak tega melihatnya begitu, tapi apa boleh buat, cuaca cukup mendung, bisa-bisa kehujanan dijalan. Apalagi aku membawa barang, bisa cukup ribet kalau aku harus membawa Asep.

“Nya dicandak we atuh si Asep” Ambu (Ibu) membujukku.

”Tapi Imas nggak lama bu, nanti sore juga kembali, kan cuman nganterin baju pesanan bibi aja, lagi pula Asep kan belum mandi.” Aku beralasan.

“Ya sudah cepat berangkat nanti keburu hujan.” Akhirnya Abah angkat suara.

Akupun pergi. Meski aku juga tidak tahu, perasaanku tidak enak kala itu. Apalagi saat kutatap Asep. Ia tidak bicara apa-apa ketika kubujuk akan kubelikan cimol pedas kesukaannya, agar ia tidak ikut denganku ke sumedang. Mata polosnya seolah-olah mengisyaratkan sesuatu yang tidak aku pahami. Tapi, ah..mungkin ini hanyalah perasaanku saja. Soalnya semalam aku kurang tidur membantu ibu menyelesaikan baju-baju pesanan bibi, untuk pernikahan anaknya dua minggu lagi.

Dipersimpangan jalan sekilas sempat kulihat Asep masih memandangiku, sorot mata mungilnya begitu memelas, mungkin ia kecewa karena tak kubawa pergi.

Jam tiga sore aku sampai di Sumedang, hujan turun dengan deras diselingi petir dan angin yang cukup kencang, setelah beristirahat sebentar dan menunggu hujan reda, aku berniat untuk pulang, namun bibi mencegahku dan menyuruhku agar menginap barang semalam. Lagipula hujan begitu besar dan mungkin akan reda nanti malam, meski agak berat hati karena aku sudah terlanjur membeli cimol pedas untuk kubawa pulang buat Asep. Tapi apa boleh buat, toh disimpan sampai besok pun mungkin tidak akan basi.

Dan jadilah malam itu aku menginap di rrumah bibi, dengan perasaan yang tidak enak. Tiba-tiba saja aku teringat cimol pedas yang tadi kubeli, aku ingin segera memberikannya pada Asep, dan melihat wajah mungilnya yang sumringah saat kusodorkan makanan pavoritnya itu. Ah menunggu pagi, sepertinya terasa lama. Dan jam menunjukan angka sepuluh waktu itu. Aku pun tertidur.

* * *

Pagi itu kami panik luar biasa, pamanku yang menerima telepon dikabari dari Cimahi, bahwa kampung Leuwi Gajah semalam tertimbun longsoran sampah, diperkirakan memakan korban yang cukup banyak. Dalam keadaan was-was dan tegang, aku hanya terdiam bingung, aku nyaris pingsan mendengar kabar itu, namun kucoba berdoa pasrah., berharap semoga keluargaku selamat. Meski aku tahu rumah panggungku tak cukup kuat untuk menahan berat gunungan sampah yang terjatuh, jika seandainya rumahku ikut tertimpa.

Bibi mengontak seluruh keluarga yang lain, dan pagi itu, dengan menyewa sebuah mobil kami berangkat ke Cimahi, untuk mematikan keselamatan keluarg kami.

Bibi menjerit histeris saat kami tiba di Leuwi Gajah, sementara yang lain berusaha mencari kabar tentang kemungkinan keselamatan keluarga kami. Aku hanya berdiri termangu, mulutku terkunci rapat. Begitu melihat kondisi rumahku yang sudah hancur berantakan dan hanya terlihat puing-puing yang dipenuhi gundukan sampah.

Sesaat aku terdiam kaku, mataku menatap kosong gundukan dan puing-puing rumah panggungku yang sudah tak berbentuk lagi. Sampai akhirnya aku merasa dunia berputar, kepalaku serasa dipenuhi kabut hitam,, mataku berkunang-kunang dan perlahan segalanya menjadi gelap, aku tak sadarkan diri.

* * *

Kutatap sekali lagi plastik hitam berisi cimol pedas kesukaan Asep. Janji yang belum sempat aku penuhi. Oleh-oleh yang belum sempat kuberikan. Aku berharap ia mau memaafkanku karena tidak mau mengajaknya pergi, meski aku tahu ini adalah ketentuan-Nya, ketentuan yang dipilih oleh orang-orang yang saya sendiri tidak tahu siapa yang harus bertanggung jawab atas semua kejadian ini. Karena aku tahu, bahwa Allah tidak akan menimpakan sesuatu tanpa sebuah alasan.

Wajah mungilnya masih terbayang-bayang saat terakhir kali kami bertatapan siang itu. Sementara kedua orang tuaku..aku belum sempat berbakti pada mereka. Aku belum sempat membalas segala kebaikan mereka. Abah, Ambu! Semoga Allah mengampuni segala dosa kalian, dan menerima kalian disisi-Nya.

Dan kini, aku sendiri tidak tahu, akankah hari esok dapat kulalui dengan indah, tanpa orang tuaku dan juga..adik kecilku.

Hujan rintrik mulai turun, bau amis mayat bercampur sampah menyengat serta menyebar kemana-mana, sementara hilir mudik para relawan dan petugas semakin sibuk. Dan aku masih menatap gundukan puing rumahku, berharap muncul dari puing itu sesosok tubuh mungil, melambai-lambai dan kemudian berlari ke arahku meminta cimol pedasnya.

Ya, dan sampai saat ini, aku masih menunggu, menunggu kabar adikku yang masih belum ditemukan. Dan aku akan tetap menunggu, menunggu datangnya keajaiban, meski mungkin ia kini tengah tersenyum padaku…disana.

“Sep, Maafkan teteh…”

Selasa, 08 Desember 2009

Superqurban & Tanggungjawab Sosial Part III (Habis)


Begitu indah konsep Islam tentang kasih terhadap sesama, sayangnya ini belum sepenuhnya disadari oleh setiap individu muslim. Ironisnya lagi, ini sepenuhnya dipraktikkan oleh saudara kita yang beragama lain. Para missionaris Kristen begitu gigih dan sabar mengunjungi mereka yang tertindas. Mereka datang untuk mengenyangkan perut para fakir-miskin, menutupi tubuh telanjang mereka, dan mengobati sakit mereka. Kaum muslimin lantas hanya mampu cemburu dan marah tanpa mau dan mampu berbuat banyak bagi para dhu’afâ’. Oleh karenanya jangan salahkan jika orang lain memancing di kolam kita, mereka mendapat ikan yang banyak, mengapa? Ikan terpancing karena lapar, sementara kita sebagai pemilik kolam enggan bahkan tidak memberi makan ikan tersebut sesuai dengan tingkat kebutuhannya.


Sekarang kita sama-sama memaklumi, bahwa keadaan masyarakat Indonesia masih banyak yang kekurangan. Di banyak persimpangan jalan masih dapat disaksikan anak-anak usia sekolah mengamen ala kadarnya. Bukan tidak mau sekolah, tetapi bekal apa yang akan dipergunakan untuk sekolah? Ia tidak mampu membayar biaya pendidikan yang cukup tinggi. Masih banyak lagi contoh-contoh lainnya.


Tidak berlebihan jika ada pandangan, bahwa banyak persoalan masyarakat dunia dan bangsa ini khususnya dipicu dan dipacu oleh minimnya kesadaran berkorban untuk orang lain. Sepertinya budaya masyarakat dan bangsa ini lebih suka mengorbankan orang lain daripada berkorban untuk orang lain. Teman sejawat tega mengorbankan sahabatnya demi kepentingan sesaat. Kakak tanpa rasa malu mengorbankan kepentingan adiknya. Anak tidak segan-segan juga mengorbankan harga diri orang tuanya. Isteri dan suami tanpa malu-malu mengorbankan keharmonisan keluarganya. Para pelajar/mahasiswa tidak peduli lagi dengan nama baik almamaternya. Para pemimpin tidak segan-segan menindas dan mengorbankan kepentingan rakyatnya demi kelanggengan kekayaan dan kekuasaannya. Bangsa yang kuat menindas dan mengorbankan integritas bangsa lain yang lebih lemah.


Sudah saatnya makna qurban direaktualisasikan, yaitu bahwa ibadah qurban harus berdimensi sosial, jangan hanya cukup puas setelah berkorban yang hanya berdimensi individual. Berkorban untuk kepentingan masyarakat banyak lebih baik daripada berkorban untuk kepentingan diri sendiri.


Rasulullah suatu ketika pernah menyeru Allah dengan sebutan ya rabbal mustadh’afîn (wahai Tuhan orang-orang yang lemah dan tertindas), bukan karena Allah adalah milik mereka, tetapi karena meringankan beban hidup yang mereka hadapi. Kita peduli dengan menolong mereka, sama halnya dengan kita menegakkan misi ketuhanan, yaitu melindungi hak hidup setiap makhluk Allah. Jadi, kiranya sangat jelas, betapa syari’at berqurban dalam Islam sangat relevan dan penting peranannya dalam membangun karakter masyarakat dunia dan bangsa yang tercinta ini, sehingga dapat menjadi bangsa yang etis, berperadaban dan berakhlaq mulia. Sebuah hadits yang popular sebagai penutup, Rasulullah SAW bersabda: خَيرٌ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ “Sebaik-baik manusia adalah orang yang bermanfaat bagi sesama manusia”.

Qurban & Tanggungjawab Sosial Part II


Sungguh benar hal pada artikel sebelumnya. Tetapi itu baru sebatas pesan fiqh. Tentu saja masih ada pesan lain yang dapat digali, bahkan lebih urgen dalam kaitannya dengan pembangunan masyarakat bangsa ini yang terus mengalami krisis dan menderita akibat berbagai musibah yang menimpanya, baik karena bencana alam maupun ulah tangan manusia sendiri. Di samping itu, ibadah qurban dalam Islam sangat jauh berbeda dengan qurban dalam agama dan kepercayaan lain. Dalam Islam, daging qurban tidak diserahkan kepada Tuhan, sebab Tuhan immaterial tidak butuh kepada zat yang bersifat material atau kebendaan. Sebagaimana difirmankan Allah dalam al-Qur’an:


“Daging-daging (unta) dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya” (Q.S. 22/al-Hajj: 37).


Terlalu berlebihan jika ada keyakinan lain yang mempersembahkan makanan dan minuman ke tengah laut, hutan belantara, gunung, pohon tua, goa dan lain sebagainya. Daging qurban dalam Islam dinikmati oleh pelaku qurban dan sebagian besar lainnya oleh fakir-miskin yang membutuhkan.


Ketika Nabi mengatasnamakan qurbannya untuk dirinya sendiri, keluarga dan semua umatnya yang tidak mampu, beliau seakan-akan menegaskan bahwa qurban adalah ibadah sosial, bukan semata ibadah individual. Dengan ibadah qurban, seorang mukmin naik ke langit bertemu Tuhannya dengan memakmurkan bumi. Jadi, sebenarnya inti qurban terletak pada individu atau seseorang sebagai makhluk sosial. Dengan kata lain, penyembelihan qurban adalah simbolik, sementara substansinya ada pada komitmen setiap diri kita untuk membangun masyarakat yang maju dan berperadaban. Bila ibadah puasa mengajak siapa saja untuk merasakan lapar sebagaimana yang dirasakan fakir-miskin, maka ibadah qurban hakikatnya mengajak mereka untuk merasakan kenyang seperti kenyangnya perut sendiri.


Banyak orang mendekatkan diri kepada Allah dengan mengisi masjid-masjid dengan berbagai kegiatan keagamaan. Ini tentu saja tidak keliru, tetapi Islam sesungguhnya juga menganjurkan untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan mengisi perut-perut yang kosong karena lapar, kepala yang kosong karena minimnya pendidikan, dan lain-lain. Suatu ketika Nabi Musa As. bertanya: “Ya Allah, dimana aku mencari-Mu?”. Allah menjawab: “Carilah Aku di tengah-tengah orang yang hatinya hancur”. Dalam sebuah hadits qudsi, diriwayatkan bahwa nanti pada hari qiyamat Allah mendakwa hamba-hamba-Nya: “Hai hamba-hamba-Ku, dahulu Aku lapar, kalian tidak memberi-Ku makanan. Dahulu Aku telanjang, kalian tidak memberi-Ku pakaian. Dahulu Aku sakit, kalian tidak memberi-Ku obat atau menjenguk-Ku”. Orang yang didakwa itu menjawab: “Ya Allah, bagaimana mungkin kami memberi-Mu makanan, pakaian, dan obat, padahal Engkau adalah Rabbul ‘Alamin, Tuhan semesta alam”. Lalu Allah menegaskan: “Dahulu ada hamba-Ku yang lapar, telanjang dan sakit. Sekiranya kamu mendatangi mereka, mengenyangkan perut mereka yang lapar, menutup tubuh mereka yang telanjang, mengobati mereka yang sakit, niscaya kamu akan mendapati Aku di situ”.

Qurban & Tanggungjawab Sosial


“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu ni`mat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus” (Q.S. 108/al-Kautsar: 1-3)

Pada ayat di atas Allah menyatakan, bahwa Ia telah memberikan nikmat yang sangat banyak kepada kita, maka kita diperintahkan untuk mendirikan shalat dan berqurban. Selanjutnya pada Q.S. 55/al-Rahmân ada sebuah kalimat yang bermakna: “Maka ni`mat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?” diulang sebanyak 31 oleh para mufassir disebut dengan ‘Arusy al-Qur’an (Pengantin al-Qur’an). Perinciannya 8 kali ketika menyelingi berbagai macam nikmat di dunia, 7 kali ketika menyelingi berbagai peringatan Allah dan masing-masing 8 kali (16 kali) ketika menggambarkan keindahan dan kenyamanan dua macam surga. Kutipan ayat di atas menggambarkan betapa hidup ini sarat dengan berbagai karunia Allah SWT. Sayangnya, seringkali kita menganggapnya sebagai angin lalu, bahkan mungkin kita tidak menyadarinya, sehingga kita lebih banyak mendikte Allah untuk selalu memenuhi kebutuhan kita, ketimbang mensyukuri nikmat itu pada jalan kebaikan yang diridhai-Nya. Begitulah sifat dan watak manusia, lebih banyak menuntut hak daripada menunaikan kewajiban.

Setiap kali memasuki bulan Dzulhijjah atau yang dikenal oleh masyarakat dengan bulan haji, teringat akan dua hal penting, dua peristiwa besar yang kemudian sangat monumental dalam sejarah umat manusia dan menjadi bagian dari syari’at Islam adalah peristiwa qurban dan ibadah haji. Hari raya qurban atau ‘Idul Adha hakikatnya adalah teguran, betapa nikmat Allah yang kita terima sungguh tak terhingga, sehingga kita diwajibkan “mengurbankan” sebagian milik kita untuk kepentingan syi’ar agama dan sebagai manifestasi tanggung jawab sosial.

Dalam catatan sejarah, ibadah qurban dan ibadah haji merupakan syari’at Islam yang sudah sangat tua, yang lahir melalui sebuah pengalaman sangat dramatis dari kehidupan Nabi Ibrahim As. dan keluarganya, sebagaimana diabadikan dalam surat al-Shaffât ayat 102 dan surat al-Hajj ayat 27. Kata qurban secara literal berarti semakna dengan taqarrub (mendekatkan). Kata mendekatkan dapat dimaknai dari dua sisi. Pertama, mendekatkan bagi yang posisinya sudah dekat. Kedua, mendekatkan karena memang posisinya sudah mulai renggang, bahkan mungkin menjauh. Dengan demikian ibadah qurban tentunya menjadi salah satu upaya mendekatkan diri kepada Allah, mereposisi keberadaan kembali di hadapan Allah.

Ibadah qurban dari satu sisi sebenarnya cukup unik. Qurban mengisyaratkan bahwa mendekatkan diri kepada Allah dapat dilakukan dengan mendekatkan diri kepada sesama manusia, khususnya mereka yang tergolong kaum mustadh’afîn. Dengan kata lain, seseorang tidak akan disayang oleh Allah jika dia tidak menyayangi sesama manusia. Seseorang tidak akan ditolong oleh Allah jika dia tidak pernah menolong sesama manusia, dan seseorang tidak akan pernah dekat dengan Allah jika dia tidak dekat dengan sesama manusia.

Ibadah qurban tidak sepatutnya dipahami hanya dalam bingkai penunaian syari’at Islam semata, tetapi harus terus digali pesan moral yang dapat kita jadikan pedoman berkiprah dan berperilaku dalam kehidupan. Ada baiknya kita renungkan sedikit dari bagian sejarah hidup Rasulullah SAW sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Amad, Abu Dawud dan al-Turmidzi, bahwa setiap hari raya Idul Adha Rasulullah membeli dua ekor domba yanag gemuk, yang bertanduk, dan berbulu putih bersih. Beliau bertindak sebagai imam shalat, dan berkhutbah. Sesudah itu, beliau mengambil seekor dari domba itu dan meletakkan telapak kakinya di sisi tubuh domba seraya berkata: “Ya Allah, terimalah ini dari Muhammad”, lalu beliau menyembelihnya dengan tangannya sendiri. Kemudian beliau membaringkan domba yang berikutnya, menyembelihnya sambil berkata: “Ya Allah, terimalah ini dari umatku yang tidak mampu berqurban”. Sebagian kecil daging qurban dimakan Rasulullah bersama keluarganya, dan sebagian besarnya dibagikan kepada fakir-miskin.

Atas dasar hadits ini, para ahli hukum Islam menetapkan sebuah norma dalam berqurban, bahwa hukum ibadah qurban adalah sunnah muakkadah atau sunnah yang sangat dianjurkan. Hewan qurban sebaiknya yang gemuk, sehat, cukup usia, tidak cacat, dan penyembelihannya seyogyanya dilakukan sendiri oleh orang yang berqurban sebagaimana dilakukan oleh Rasulullah SAW.

Hukum berqurban (Superqurban edition)


Qurban adalah penyembelihan binatang ternak yang di laksanakan atas perintah Alloh Subhanahu wa Ta’ala dengan tujuan taqarrub (pendekatan) kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala pada hari Iedul Adhha/Qurban sampai akhir hari-hari tasyriq diambil dari kata dhahwah disebut awal waktu pelaksanaan yaitu dhuha (lisanul Arab 19:211, mu’jam Al-Wasith 1:537).


Alloh Subhanahu wa Ta’ala mensyariatkan berqurban dalam firmanNya, yang artinya: “Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu; dan berkorbanlah.” (QS. Al-Kautsar: 2). Yang dimaksud berkorban di sini ialah menyembelih hewan qurban dan mensyukuri nikmat Allah. Dan firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala, yang artinya: “Dan kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebagian dari syi’ar Alloh.” (QS Al-Hajj: 36)


Hukumnya adalah sunnah muakkad, bagi yang mampu, sebagaimana hadits beliau riwayat Anas radhiallaahu anhu, bahwa Nabi ShallAllohu alaihi wa salam berkurban dua kambing yang bagus, bertanduk, beliau menyembelih keduanya sendiri dengan tangan beliau, menyebut nama (asma Alloh) dan bertakbir. (HR: Al-Bukhari dan Muslim). Adapun orang yang menghukumi wajib dengan dasar hadits, yang artinya: “Siapa yang memiliki kemampuan namun tidak berkurban, maka jangan sekali-kali mendekati masjidku.” (HR: Ahmad dan Ibnu Majah).


Hadits ini derajatnya dha’if dan tidak bisa dijadikan hujjah, karena ada perowinya yang dha’if yaitu Abdullah bin Iyasy sebagaimana diterangkan oleh Abu Daud, An-Nasa’i dan Ibnu Hazm (Ibnu Majah 2: 1044, Al-Muhalla 8:7).


Imam Syafi’i berkata: Andaikan berkurban itu wajib maka tidaklah cukup bagi satu rumah kecuali mengurbankan setiap orang satu kambing atau untuk tujuh orang satu sapi, akan tetapi karena tidak berhukum wajib maka cukuplah bagi seorang yang mau berkurban jika menyebutkan nama keluarga pada kurbannya … dan jika tidak menyebut-kannya pun tidak berarti meninggalkan kewajiban (Al-Umm 2: 189). Para sahabat kami berkata “Andaikan kurban itu wajib maka tidaklah gugur (kewajiban itu) jika kelewatan waktunya, kecuali dengan diganti (ditebus) seperti shalat berjamaah dan kewajiban lainnya, para ulama madhab Hanafi juga sepakat dengan kami (madhab Syafi’i) bahwa kurban tidak berhukum wajib (Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzdzab: 8: 301) (Sumber Rujukan: Min Ahkamil Udhiyyah, Asy-Syaikh Al-Utsaimin)

Gugun Korwil Cibunut Yang Berbakti Untuk Anak Asuh


Gugun Korwil Cibunut Yang Berbakti Untuk Anak Asuh
Cirebon Makin Mempesona, Dusun Cibunut Kelurahan Cirukem Kecamatan Garawangi Kab Kuningan terletak 20 km kearah timur kota Kuningan atau kurang lebih 75 km sebelah barat daya kota Cirebon yang merupakan salah satu lokasi Korwil (Koordinator Wilayah) pembinaan anak asuh Rumah Zakat Indonesia Cabang Cirebon dengan sejumlah 45 anak asuh yang tergabung dalam program Kembalikan Senyum Anak Bangsa (KSAB).

Kelurahan atau desa yang konon katanya menjadi target pemurtadan untuk dareah Kab Kuningan ini sangat terbatas fasilitas umum yang diakses oleh warganya untuk menimba pendidikan terlebih lagi pendidikan Islam. Dikelilingi bebukitan dan hutan jati serta transportasi yang mengandalkan mobil pick up praktis masyarakat Cibunut seperti tersekat dari perkembangan pesat dunia luar. Di kelurahan yang memiliki jumlah penduduk hanya 800 kepala keluarga dan mendapati satu-satunya sekolah formal swasta yang dikelola oleh “missionaris” yang bertujuan untuk mengikis aqidah generasi-generasi Islam di Cibunut, adapun sekolah Negeri yang terdekat harus ditempuh dengan waktu tidak sebentar.

Berangkat dari semangat untuk melihat warganya bisa mengenyam pendidikan yang memadai Maryadi Ginanjar (37) yang tercatat sebagai salah satu perangkat desa, dengan bermodalkan sepeda motor setiap bulannya harus rela pulang pergi menuju Rumah Zakat Indonesia Cabang Cirebon demi mendapatkan dana beasiswa yang diperuntukkan bagi 45 anak asuh yatim dan dhuafa yang saat ini terpaksa bersekolah di yayasan Yos Sudarso sekolah misionaris tersebut.

Gugun begitu ia akrab dipanggil, dengan dibantu oleh Nur dan Iqbal sebagai mentor mengaku sangat senang bisa membantu beberapa warganya yang punya semangat untuk terus bersekolah walaupun saat ini terpaksa mendapatkan pendidikan dari sekolah non Islam, mudah-mudahan dengan dukungan berupa dana beasiswa dari Rumah Zakat Indonesia Cab Cirebon bisa membentengi aqidah anak-anak dari kepentingan-kepentingan agama lain.
Menurut ayah dengan lima anak ini, setiap dua minggu sekali di Masjid Syiarul Islam, masjid satu-satunya di Kec. Garawangi tersebut aktivitas pembinaan 45 anak asuh KORWIL Cibunut dilakukan.

Masih menurut Gugun, ini adalah sebuah kebanggaan ketika setiap aktivitas yang saya lakukan adalah menjaga aqidah anak-anak Cibunut sebagai generasi muslim yang berilmu, karena kalau diukur dengan nilai uang saya harus menyewa ojek setiap kali harus ke Cirebon untuk mengambil beasiswa dengan menghabiskan Rp. 75. 000,- itu pun belum ditambah untuk makan, tetapi insya Allah biar Allah SWT yang memberikan balasan buat saya dan teman-teman KORWIL Cibunut yang membina anak-anak disini.

Kalau kedepannya, kami sangat berharap Rumah Zakat Indonesia bisa mendirikan sekolah gratis di sini (Kuningan, pen), ujar Gugun mengharap. Mudah-mudahan Rumah Zakat Indonesia melalui donator-donaturnya kedepannya bisa membantu lebih banyak lagi baik secara moril maupun materi dengan harapan generasi-generasi Islam saat ini tidak menjadi “sasaran tembak” orang-orang yang menginginkan mereka menjadi binaan-binaanya, tutur pria yang juga anak seorang kepala dusun.(zed)***

Sabtu, 05 Desember 2009

Tebar Waqaf Al-Quran di Pusat Kristenisasi



Cirebon Makin Mempesona, Kegiatan pengikisan aqidah ummat Islam di tiga titik yakni Kampung Cibunut Kelurahan Cirukem Kec. Garawangi Kabupaten Kuningan Jawa Barat secara diam-diam terus dilakukan oleh pihak-pihak yang menginginkan semakin berkurangnya ummat Islam untuk merubah keyakinan agamanya menjadi seorang pengikut salib hanya dengan iming-iming pekerjaan, dipenuhinya kebutuhan sehari-hari, biaya sekolah dan lain-lain.


Menurut Maryadi Ginanjar (37) korwil Rumah Zakat Indonesia (RZI) Cab Cirebon, masyarakat kampung Cisantana yang memeluk agama Islam hanya 30 % dari 800 lebih jiwa penduduk kampung yang berjarak 20 km dari pusat kota Kuningan, selebihnya masyarakat setempat lebih memilih untuk beragama Katholik, Protestan karena bujukan para misionaris gereja bahkan sebagiannya lagi ada penganut Agama Djawa Sunda atau sering disebut dengan ADS sejenis dengan aliran kepercayaan aminisme.



RZI Cirebon Senin (14/09) dengan melalui bebukitan yang dikelilingi hutan Jati ini tim penyaluran “Kampoeng Ramadhan” tiba di Masjid Syiarul Islam Kampung Cibunut, yang dijadikan pusat kegiatan pembinaan anak asuh RZI Korwil Cibunut. Senior Mustahik Relation Officer Abdul Basir mendistribusikan 14 Eksemplar Mushaf Al-Quran sebagai sarana meng-counter kegiatan-kegiatan pendangkaln aqidah masyarakat Muslim setempat yang sebagian besar hanya mengandalkan sebagai buruh tani musiman untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.



Maryadi Ginanjar atau yang akrab disebut dengan Gugun melontarkan ucapan syukur dan terimakasih kepada RZI Cirebon yang masih memberikan dukungan untuk da’wah ditengah kondisi masyarakat yang sangat terbatas untuk mengakses pengetahuan tentang Islam, tutur ayah lima anak tersebut.



Asmad (73) imam Masjid yang kerap disapa dengan sapaan Abah ini hanya mampu meneteskan air mata seiring ucapan terimakasihnya buat donatur RZI semoga amal Ibadahnya menjadi saksi di hari kiamat nanti, ujarnya.



Selain Kampung Cibunut, kegiatan pemurtadan juga dilakukan di Kelurahan Cisantana dan Kelurahan Cigugur Kecamatan Cigugur di kedua tempat itu pula RZI Cirebon mendistribusikan 24 Eksemplar Mushaf Al-Quran & Terjemahnya untuk Masjid Nurul Hidayah Cisantana dan Masjid Al Jihad Cigugur.(zed)***

Belajar dari Kakek Berqurban


Kuhentikan Mobil tepat di ujung kandang tempat berjualan hewan Qurban.
Saat pintu Mobil kubuka, bau tak sedap memenuhi rongga hidungku, dengan
spontan aku menutupnya dengan saputangan. Suasana di tempat itu sangat ramai, dari para penjual yang hanya bersarung hingga ibu-ibu berkerudung Majelis Taklim, tidak terkecuali anak-anak yang ikut menemani orang tuanya melihat hewan yang akan di-Qurban-kan pada Idul Adha nanti, sebuah
pembelajaran yang cukup baik bagi anak-anak sejak dini tentang pengorbanan Nabi Ibrahim & Nabi Ismail.



Aku masuk dalam kerumunan orang-orang yang sedang bertransaksi memilih hewan yang akan di sembelih saat Qurban nanti. Mataku tertuju pada seekor kambing coklat bertanduk panjang, ukuran badannya besar melebihi kambing-kambing di sekitarnya.



" Berapa harga kambing yang itu Pak ?" ujarku menunjuk kambing coklat tersebut.



" Yang coklat itu yang terbesar Pak. Kambing Mega Super dua juta rupiah tidak kurang" kata si pedagang berpromosi matanya berkeliling sambil tetap melayani calon pembeli lainnya.



" Tidak bisa turun Pak?" kataku mencoba bernegosiasi.



" Tidak kurang tidak lebih, sekarang harga-harga serba Mahal" is pedagang bertahan.



" Satu juta lima ratus ribu ya?" aku melakukan penawaran pertama



" Maaf Pak, masih jauh." ujarnya cuek.



Aku menimbang-nimbang, apakah akan terus melakukan penawaran terendah berharap si pedagang berubah pendirian dengan menurunkan harganya.



" Oke Pak bagaimana kalau satu juta tujuh ratus lima puluh ribu?" kataku


" Masih belum nutup Pak " ujarnya tetap cuek



" Yang sedang Mahal kan harga minyak Pak. Kenapa kambing ikut naik?" ujarku berdalih mencoba melakukan penawaran termurah.



" Yah bapak, meskipun kambing gak minum minyak. Tapi dia gak bisa datang ke sini sendiri.Tetap saja harus di angkut Mobil Pak, Dan Mobil bahan bakarnya bukan rumput" kata is pedagang meledek.



Dalam hati aku berkata, a lot juga pedagang satu ini. Tidak menawarkan harga selain yang sudah di kemukakannya di awal tadi. Pandangan aku alihkan ke kambing lainnya yang lebih kecil dari is coklat. Lumayan bila Ada perbedaan harga lima ratus ribu. Kebetulan dari tempat penjual kambing ini, aku berencana ke toko ban Mobil.



Mengganti ban belakang yang sudah mulai terlihat halus tusirannya. Kelebihan tersebut bisa untuk menambah budget ban yang harganya kini selangit.



" Kalau yang belang hitam putih itu berapa bang?" kataku kemudian


" Nah yang itu Super biasa. Satu juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah" katanya Belum sempat aku menawar, di sebelahku berdiri seorang kakek menanyakan harga kambing coklat Mega Super tadi. Meskipun pakaian "korpri" yang Ia kenakan lusuh, tetapi wajahnya masih terlihat segar.



" Gagah banget kambing itu. Berapa harganya mas?" katanya kagum



" Dua juta tidak kurang tidak lebih kek." kata is pedagang setengah malas menjawab setelah melihat penampilan is kakek.



" Weleh larang men regane (Mahal benar harganya) ?" kata is kakek dalam bahasa Purwokertoan " bisa di tawar-kan ya mas ?" lanjutnya mencoba negosiasi juga.



" Cari kambing yang lain aja kek. " is pedagang terlihat semakin malas meladeni.



" Ora usah (tidak) mas. Aku arep sing apik LAN gagah Qurban taun iki (Aku mau yang terbaik Dan gagah untuk Qurban tahun ini) Duit-e (uangnya) cukup kanggo (untuk) mbayar koq mas." katanya tetap bersemangat seraya mengeluarkan bungkusan dari saku celananya. Bungkusan dari kain perca yang juga sudah lusuh itu di bukanya, enam belas lembar uang seratus ribuan Dan sembilan lembar uang lima puluh ribuan dikeluarkan dari dalamnya. " Iki (ini) dua juta rupiah mas. Weduse (kambingnya) dianter ke rumah ya mas?" lanjutnya mantap tetapi tetap bersahaja.



Is pedagang kambing kaget, tidak terkecuali aku yang memperhatikannya sejak tadi. Dengan wajah masih ragu tidak percaya is pedagang menerima uang yang disodorkan is kakek, kemudian dihitungnya perlahan lembar demi lembar uang itu.



" Kek, ini Ada lebih lima puluh ribu rupiah" is pedagang mengeluarkan selembar lima puluh ribuan



" Ora Ono ongkos kirime tho...?" (Enggak Ada ongkos kirimnya ya?) is kakek seakan tahu uang yang diberikannya berlebih



" Dua juta sudah termasuk ongkos kirim" is pedagang yg cukup jujur memberikan lima puluh ribu ke kakek " mau di antar ke mana mbah?" (tiba-tiba panggilan kakek berubah menjadi mbah)



" Alhamdulillah, lewih (lebih) lima puluh ribu iso di tabung neh (bisa ditabung lagi)" kata si kakek sambil menerimanya " tulung anterke ning deso cedak kono yo (tolong antar ke desa dekat itu ya), sak sampene ning mburine (sesampainya di belakang) Masjid Baiturrohman, takon ae umahe (tanya saja rumahnya) mbah Sutrimo pensiunan pegawe Pemda Pasir Mukti, InsyaAllah bocah-bocah podo ngerti (InsyaAllah anak-anak sudah tahu)."



Setelah selesai bertransaksi dan membayar apa yang telah di sepakatinya,si kakek berjalan ke arah sebuah sepeda tua yang di sandarkan pada sebatang pohon pisang, tidak jauh dari X-trail milikku. Perlahan di angkat dari sandaran, kemudian dengan sigap di kayuhnya tetapdengan semangat.



Entah perasaan apa lagi yang dapat kurasakan saat itu, semuanya berbalik ke arah berlawanan dalam pandanganku. Kakek tua pensiunan pegawai Pemda yang hanya berkendara sepeda engkol, sanggup membeli hewan Qurban yang terbaik untuk dirinya.Aku tidak tahu persis berapa uang pensiunan PNS yang diterima setiap bulan oleh si kakek. Yang aku tahu, di sekitar masjid Baiturrohman tidak ada rumah yang berdiridengan mewah, rata-rata penduduk ekitar desa Pasir Mukti hanya petani dan para pensiunan pegawai rendahan.




Yang pasti secara materi, sangatlah jauh di banding penghasilanku sebagai Manajer perusahaan swasta. Yang sanggup membeli rumah di kawasan cukup bergengsi Yang sanggup membeli kendaraan roda empat yang harga ban-nya saja cukup membeli seekor kambing Mega Super Yang sanggup mempunyai hobby berkendara moge (motor gede) dan memilikinya Yang sanggup membeli hewan
Qurban dua ekor sapi sekaligus



Tapi apa yang aku pikirkan? Aku hanya hendak membeli hewan Qurban yang jauh di bawah kemampuanku yang harganya tidak lebih dari service rutin mobil X-Trail, kendaraanku di dunia fana. Sementara untuk kendaraanku di akhirat kelak, aku berpikir seribu kali saat membelinya.



Ya Allah, Engkau yang Maha Membolak-balikan hati manusia balikkan hati hambaMu yang tak pernah berSyukur ini ke arah orang yang pandai menSyukuri nikmatMu


Dari berbagai sumber.

Kornet Superqurban untuk Penghuni Rutan Cirebon


CIREBON. Setelah menyelesaikan shalat Iduladha, Rumah Zakat Indonesia (RZI) Cabang Cirebon menyambangi Rutan (Rumah Tahanan) kelas I Kota Cirebon untuk menyerahkan 100 kaleng kornet Superqurban bagi para tahanan, Jumat (27/11). Kala itu RZI diterima oleh Kepala Rutan Cirebon Zaenal Arifin yang secara simbolis menerima kornet Superqurban dihadapan beberapa pengurus DKM setempat yang juga penghuni Rutan tersebut.

Zaenal mengaku sangat terharu atas kehadiran dari RZI Cabang Cirebon ke Rutan yang dihuni lebih dari 500 orang tersebut. “Kami sangat terbuka dengan pihak manapun apalagi seperti Rumah Zakat Indonesia yang sangat dekat hubungan sosial keagamaan. Mudah-mudahan selain kornet Superqurban, RZI bisa membantu dalam pengadaan ustadz untuk membina keislaman penghuni Rutan,” ujar Zaenal.***


Menimbang Revisi UU Pengelolaan Zakat


Oleh Agustin Santriana


Saat ini, topik yang tengah menjadi buah bibir di kalangan pengelola zakat di beberapa Lembaga Amil Zakat (LAZ) adalah wacana revisi Undang-Undang No. 38/1999 tentang Pengelolaan Zakat oleh Departemen Agama Republik Indonesia. Dalam usulan itu ada tiga hal yang digarisbawahi yakni, pertama, setiap orang yang mampu (muzaki) memiliki kewajiban membayar zakat. Kedua, mengenai pelaksanaan zakat sebagai pengurang pajak, dan ketiga, melakukan sentralisasi pengelolaan zakat oleh Badan Amil Zakat (BAZ) yang memiliki cabang dari pusat hingga tingkat kelurahan/desa.


Poin pertama dan kedua merupakan kabar baik yang disyukuri oleh LAZ di seluruh Indonesia. Hal itu akan memicu masyarakat Indonesia untuk membayar zakat. Sehingga potensi zakat yang berdasarkan survei Forum Zakat (FoZ) Rp19,3 triliun dapat terealisasikan untuk membantu umat. Namun, yang menjadi persoalan serta menimbulkan pro dan kontra adalah adanya konsep sentralisasi pengelolaan zakat. Dalam revisi itu dinyatakan, seluruh dana zakat dari muzaki akan diatur dan dikelola satu koridor, yakni BAZ. Dengan demikian, sebagaimana tertuang dalam Pasal 7 UU No.38/1999, fungsi dari LAZ akan ditiadakan dan bertransformasi menjadi unit pengumpul zakat (UPZ) saja.


Berdasarkan Alquran dan sunah, zakat adalah kewajiban setiap Muslim yang telah memenuhi persyaratan tertentu. Zakat juga diperintahkan untuk "diambil" dari orang kaya dan diancam sanksi bila mereka menolak. Ulama sepakat zakat adalah obligatory system dalam suatu negara. Oleh karena itu, tidak diragukan lagi bahwa zakat diatur oleh negara. Namun, ulama berpendapat, dalam pelaksanaannya negara dapat mengelola sendiri atau menunjuk badan atau sekelompok orang di dalam negara tersebut untuk mengurus zakat. Untuk Indonesia, pengaturan tersebut ada di dalam UU No. 38/1999.


Alasan pemerintah mengajukan revisi tersebut agar penyaluran zakat dapat berjalan lebih transparan, rapi, dan mencegah terjadinya tumpang tindih dalam penyaluran kepada penerimanya (mustahik). Akan tetapi, menutup LAZ dan menjadikannya UPZ yang berada di bawah BAZ bukanlah hal yang bijaksana.


Di Indonesia terdapat 18 LAZ yang terdaftar di Departemen Agama. Akan tetapi, ada pula LAZ yang "liar". Di sinilah perlunya pembinaan dan pengawasan sehingga tidak muncul berbagai LAZ yang tidak memenuhi persyaratan legal. Ada sebagian LAZ yang melakukan pengelolaan zakat tanpa merasa bahwa pengelolaan zakat haruslah memenuhi berbagai persyaratan dan ketentuan, baik dari sisi syariah maupun legal. Akan tetapi, banyak juga LAZ yang menunjukkan kinerja amanah dan profesional. Mereka bersedia mempertanggungjawabkan kegiatannya kepada pemerintah.


BAZ pun punya masalah tersendiri. Ada BAZ yang jangankan diaudit akuntan publik, memublikasikan laporan keuangan saja tidak mau. Ada juga BAZ yang inginnya ongkang-ongkang kaki, lalu uang zakat mengalir sendiri ke pundi-pundinya. Namun, tetap saja banyak BAZ yang kinerjanya bagus, amanah, dan profesional.


Melihat fenomena tersebut adalah sangat tidak tepat melakukan sentralisasi. Sebab, baik LAZ ataupun BAZ memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Jika saat ini pencapaian LAZ mampu melebihi BAZ, maka dapat dikatakan masyarakat lebih percaya pada swasta untuk mengelola zakatnya ketimbang menyerahkannya kepada pemerintah.


Akan tetapi, tidaklah pantas memperdebatkan siapa yang lebih dipercaya umat Islam karena yang terpenting adalah komitmen, kesungguhan, dan keterbukaan yang terus-menerus dalam rangka menata zakat. Bila itu terus dilakukan, masalah-masalah manajemen seperti itu bisa diatasi. Apalagi saat ini masalah utama yang menggelayuti perzakatan Indonesia adalah minimnya pengetahuan masyarakat akan zakat hingga optimalisasi zakat dalam pemberdayaan masyarakat.


Seharusnya, baik LAZ maupun BAZ terus berupaya dan berkonsentrasi memecahkan permasalahan yang tengah terjadi di dalam masyarakat. Bukan justru menimbulkan problematika baru seperti sentralisasi pengelolaan zakat yang dikhawatirkan dapat memecah belah umat Islam. Penyadaran si kaya untuk membantu si miskin dengan medium zakat melalui sebuah lembaga adalah pekerjaan utama yang harus dilakukan oleh BAZ dan LAZ.


Pengelolaan yang baik dan produktif terhadap dana zakat mutlak diperlukan setiap organisasi pengelola zakat agar efektivitas serta pemberdayaan masyarakat dapat segera tercapai. Sebab, tidak semua organisasi pengelola memiliki visi dan misi yang sama mengenai pengelolaan zakat. Masih ada lembaga yang menggunakan konsep konsumerisme dalam penyaluran zakat, yakni memberikan uang secara langsung. Padahal zakat akan lebih bermanfaat bila disalurkan dalam hal yang produktif. Wallahualam.***

ORANG YANG TIDAK MENGELUARKAN ZAKAT


Abu Hurairah r.a. berkata: Rasulullah saw. bersabda: Kuda itu ada tiga macam: Berupa pahala, atau penutup kepentingan, atau dosa. Adapun yang berupa pahala, maka seorang yang menyediakannya untuk perang jihad fi sabilillah, lalu dipeliharanya dalam kebun, ladang dengan tali yang panjang, maka apa yang dimakan dalam kebun/ladang itu akan tercatat kebaikan bagi pemiliknya, dan andaikan kuda itu mendaki bukit, maka bekas-bekasnya dan kotorannya pun menjadi kebaikan, dan bila ia minum dari sungai, meskipun tidak bermaksud memberi minum, itu berupa kebaikan bagi pemiliknya. Adapun orang yang memelihara untuk kebanggaan, ria dan permusuhan terhadap orang Islam, maka itu berupa dosa semata-mata terhadap pemiliknya. (Bukhari, Muslim).
Dan ketika Nabi saw. ditanya tentang himar (keledai). Maka jawab Nabi saw.: Tiada diturunkan kepadaku mengenai himar, kecuali ini ayat yang penuh padat lengkap: faman ya’mal mitsqala dzarratin khairan yarahu, waman ya’mal mitsqala dzarratin syarran yarahu. (Siapa yang berbuat seberat zarrah kebaikan pasti ia akan melihat hasil pahalanya. Dan siapa yang berbuat seberat zarrah kejahatan maka pasti akan melihat hasil balasan dosanya). (Bukhari, Muslim).


ZAKATUL FITRI (ZAKAT FITRAH)

Ibn Umar r.a. berkata: Rasulullah saw. telah mewajibkan zakatul-fitri satu sha’ dari kurma atau gandum, beras, jagung atas tiap orang merdeka atau budak, lelaki atau wanita, besar atau kecil dari kaum muslimin. (Bukhari, Muslim).
Abdullah bin Umar r.a. berkata: Nabi saw. menyuruh orang-orang mengeluarkan zakatul fitri satu sha’ dari kurma atau sya’ir (jawawut). Abdullah bin Umar r.a. berkata: Maka orang-orang mengeluarkan yang seharga dengan itu dua mud dari gandum. (Bukhari, Muslim).
Abu Said Al-Khudri r.a. berkata: Kami biasa mengeluarkan zakatul fitri satu sha’ makanan, atau satu sha’ sya’ir, kurma, kismis dan keju. (Bukhari, Muslim).
- Abu Said Al-Khudri r.a. berkata: Kami biasa mengeluarkan zakatul fitri di masa Nabi saw. satu sha’ makanan atau kurma atau sya’ir atau kismis, kemudian di zaman Muawiyah dan banyak gandum ia berkata: Aku berpendapat bahwa satu mud dari gandum ini menyamai dua mud dari lain-lainnya. (Bukhari, Muslim).


MENDAHULUKAN PENGELUARAN ZAKAT SEBELUM WAKTUNYA

Abu Hurairah r.a. berkata: Ketika Rasulullah saw. telah menyuruh orang-orang mengeluarkan zakat, tiba-tiba Nabi saw. diberitahu bahwa Ibn Jamil dan Khalid bin Al-Walid dan Abbas bin Abdul Mutthalib menolak (tidak mau mengeluarkan zakat), maka Nabi saw. bersabda: Tidak ada alasan bagi Ibn Jamil untuk menolak mengeluarkan kecuali karena ia merasa dahulunya miskin dan telah diberi kekayaan oleh Allah, adapun Khalid maka kamu aniaya padanya karena ia telah menshadaqahkan pakaian perang dan perlengkapan-perlengkapannya fi sabilillah, adapun Al-Abbas bin Abdul Mutthalib maka ia pamanda Rasulullah, maka tetap wajib padanya zakat dan sebanyak itu juga di samping yang sudah dikeluarkan. (Bukhari, Muslim).


TIDAK WAJIB ZAKAT BAGI SEORANG MUSLIM BUDAK DAN KUDANYA

Abu Hurairah r.a. berkata: Nabi saw. bersabda: Tidak ada kewajiban zakat terhadap seorang muslim di dalam hamba dan kudanya. (Bukhari, Muslim).

Abu Said Al-Khudri r.a. berkata: Nabi saw. bersabda: Tidak wajib zakat emas perak yang kurang dari lima uqiyah (20 mitsqal), dan tidak wajib zakat unta yang kurang dari lima ekor, dan tidak wajib zakat padi, gandum dan kurma yang kurang dari lima wasaq. (Bukhari, Muslim).

1 Wasaq = 60 Sha’. 1 Sha’ = 2,5 kg. 1 Sha’ = 4 Mud. 1 Mud = 6 ons. 5 Wasaq = 300 Sha’.

5 Uqiyah = 20 Mitsqal = kurang lebih 12 pund (12 dinar ukon) kira-kira 96 gram emas.

Perak juga 20 mitsqal = 200 dirham.

>b> Dari berbagai sumber