Rabu, 03 Oktober 2012

Dalil Pengkornetan Daging Qurban

Assalamu’alaikum wr. Wb,

Ustadz, apa dalil dari daging kurban yang dikornetkan, bukankah lazimnya langsung dibagikan dan disembelih di dekat tempat tinggalnya sendiri sehingga terasa langsung manfaatnya. Terima kasih

Jawaban:

Sobat Zakat yang berbahagia, Pengemasan daging kurban dalam kaleng (kornetisasi) merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk optimalisasi pelaksanaan ibadah kurban dalam rangka menjamin agar daging kurban lebih awet dan memiliki daya tahan yang lebih lama. Keuntungan lain dari daging kurban dikornetkan adalah daging tersebut dapat mencapai masyarakat dan tempat yang lebih luas lagi, bahkan sampai daerah-daerah pelosok yang sulit dijangkau atau daerah-daerah bencana . Contoh tentang hal ini sebagaimana yang telah dilakukan di beberapa Negara Islam, misalnya Saudi Arabia, yang telah mengirim daging kurban dikornetkan ke berbagai Negara muslim yang miskin di seluruh dunia atau lokasi-lokasi bencana yang memerlukan bantuan bahan makanan. Hal ini tidak akan dapat dilakukan apabila daging tersebut tidak dikornetkan. Kornetisasi ini mempunyai landasan hukum yang jelas dan didukung oleh banyak ulama. Adapun dalil yang memperbolehkan daging kurban dikornetkan/diawetkan adalah:

1. Pada awalnya Rasulullah saw sempat melarang para sahabat untuk memakan daging kurban setelah tiga hari, sebagaimana digambarkan dalam Hadits Aisyah ra ia berkata " Dahulu kami biasa mengasinkan daging udhhiyah (kurban) sehingga kami bawa ke Madinah, tiba-tiba Nabi saw bersabda: "Janganlah kalian menghabiskan daging kurban kecuali dalam waktu tiga hari" (HR. Bukhari dan Muslim). Namun, setelah itu Rasulullah saw memperbolehkan untuk menyimpan atau mengawetkan daging kurban. Larangan ini bukan untuk mengharamkan, melainkan agar banyak orang miskin yang mendapat bagian darinya dalam rangka membantu kelangsungan hidup mereka akibat paceklik, hal ini sebagaimana dijelaskan pada hadits Salamah bin al-Akwa, berkata: Nabi SAW bersabda, ”Siapa yang menyembelih kurban maka jangan ada sisanya sesudah tiga hari di rumahnya walaupun sedikit. Tahun berikutnya orang-orang bertanya: Ya Rasulullah apa kami harus berbuat seperti tahun lalu? Nabi saw menjawab, ”Makanlah dan berikan kepada orang-orang dan simpanlah sisanya. Sebenarnya, tahun lalu banyak orang yang menderita kekurangan akibat paceklik, maka aku ingin kalian membantu mereka.”

2. Hadits Jabir bin Abdullah ra berkata: “Dulu kami tak makan daging kurban lebih dari tiga hari di Mina, kemudian Nabi saw mengizinkan dalam sabdanya, ”Makanlah dan bekalilah dari daging kurban.” Maka kami pun makan dan berbekal. (HR. Bukhari dan Muslim).

3. Sabda Nabi saw: "Wahai penduduk Madinah, janganlah kamu memakan daging kurban di atas tiga hari." Lalu orang-orang mengadu kepada Nabi SAW, bahwa mereka mempunyai keluarga, kerabat, dan pembantu. Maka Nabi SAW bersabda,"[Kalau begitu] makanlah, berikanlah, tahanlah, dan simpanlah!" (HR. Muslim).
Hadis ini menunjukkan, boleh tidaknya menyimpan (iddikhar) daging kurban, bergantung pada 'illat (alasan penetapan hukum), yaitu ada tidaknya hajat. Jika tidak ada hajat, tidak boleh menyimpan. Jika ada hajat, boleh. Imam Ibnu Hazm dalam Al-Muhalla 6/48 berkata,"Larangan menyimpan daging kurban tidaklah di-nasakh (dihapus), melainkan karena ada suatu 'illat. Jika 'illat itu hilang, larangan hilang. Jika illat itu ada lagi, maka larangan pun ada lagi."

Sobat Zakat yang budiman, jadi, jelaslah bahwa menyimpan daging kurban dengan cara mengawetkannya, baik dengan dikornetkan, diasinkan, didendeng atau dengan cara lainnya hukumnya boleh dilakukan, apalagi bila memiliki tujuan dan manfaat khusus, seperti kepraktisan untuk didistribusikan ke daerah yang sangat membutuhkan atau daerah bencana. Namun, yang perlu diperhatikan adalah daging kurban yang dikornetkan tersebut harus dipotong atau disembelih pada saat Hari Raya Idul Adha maupun hari Tasyrik. Meskipun pemanfaatannya bisa dilakukan di luar hari-hari tersebut. Jika penyembelihan melampaui batas tersebut, kurbannya tidak sah, sehingga daging kornet pun hanya dianggap daging kalengan biasa, bukan pelaksanaan ibadah kurban, dalilnya adalah sabda Nabi SAW: "Setiap sudut kota Makkah adalah tempat penyembelihan dan setiap hari-hari Tasyriq adalah [waktu] penyembelihan." (HR Ahmad, Ibnu Majah, Al-Baihaqi, Thabrani, dan Daruquthni). (Syaikh Al-Albani berkata,"Hadis ini sahih." Lihat Shahih Al-Jami` Ash-Shaghir, 2/834). Imam Syafi'i dalam Al-Umm 2/222 berkata,"Jika matahari telah terbenam pada akhir hari-hari tasyriq [tanggal 13 Zulhijjah], lalu seseorang menyembelih kurbannya, maka kurbannya tidak sah."

Pendapat ini sesuai dengan pendapat Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), DR (HC). KH Ma’ruf Amin, yang mengungkapkan bahwa daging kurban boleh dikornetkan untuk mendapatkan manfaat yang lebih besar. “Pada era modern ini, daging kurban itu jumlahnya banyak sekali. Sehingga tidak bisa dibagikan kepada masyarakat yang membutuhkan pada saat berlangsungnya Hari Raya Idul Adha saja. Oleh karena itu, supaya daging kurban awet dan tidak mubazir boleh dikemas dalam bentuk kornet atau didendeng, sehingga bisa diberikan kepada orang yang membutuhkan pada hari lain,” “Terkait dengan larangan menyimpan daging kurban lebih dari tiga hari, hal tersebut harus disesuaikan dengan konteks keadaannya.Namun hal yang perlu diperhatikan, daging kurban yang dikornetkan tersebut harus dipotong atau disembelih pada saat Hari Raya Idul Adha maupun hari Tasyriq”.

Mudah-mudahan penjelasan yang disampaikan bisa bermanfaat.

Wallahu a’lam bi ash-shawab