Selasa, 15 Desember 2009

Hukum Investasi Saham (Reksadana) dan Cara Mengeluarkan Zakatnya



Ustadz bagaimana hukumnya berinvestasi dengan saham dalam Islam? Dan apakah kedua

investasi tersebut dikenakan zakat dan bagaimana cara perhitungan zakatnya? Jazakallah

khairan.

Sobat Zakat yang dirahmati Allah SWT, Para ulama sepakat bahwa hukum menginvestasikan harta melalui

pembelian/pemilikan saham (sejauh bidang usaha perusahaan yang menerbitkan saham tersebut adalah halal) adalah sah secara syar'i. Hal ini sesuai dengan hasil pertemuan ulama internasional pada Muktamar ke-7 Majma' Fiqh Islami tahun 1992 di Jeddah yang menjadi dasar fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI No. 05/DSNMUI/ IV/2000 tentang jual beli saham. Hasil dari keuntungan investasi saham ini wajib dikeluarkan zakatnya sesuai dengan kesepakatan para ulama pada Muktamar Internasional Pertama tentang zakat di Kuwait (29 Rajab 1404.) Namun para ulama berbeda tentang kewajiban pengeluaran

zakatnya. Pendapat pertama yang dikemukakan oleh Syeikh Abdurrahman Isa dalam kitabnya “al- Mu'amalah al-Haditsah wa Ahkmuha” mengatakan bahwa yang harus diperhatikan sebelum pengeluaran zakat adalah status perusahaannya, dimana:

1. Jika perusahaan tersebut hanya bergerak di bidang layanan jasa, misalnya biroperjalanan, biro iklan, perusahaan jasa angkutan (darat, laut, udara), perusahaan hotel, maka sahamnya tidak wajib dizakati. Hal ini dikarenakan saham–saham itu terletak pada alat–alat, perlengkapan, gedung–gedung, sarana dan prasarana lainnya. Namun keuntungan yang diperoleh dimasukkan ke dalam harta para pemilik saham tersebut, lalu zakatnya dikeluarkan bersama harta lainnya jika telah mencapai haul dan nishab (jangka waktu dan jumlah tertentu).


2. Jika perusahaan tersebut adalah perusahaan dagang murni yang melakukan transaksi jual beli komoditi tanpa melakukan proses pengolahan, seperti perusahaan yang menjual hasil–hasil industri, perusahaan dagang dalam negeri, perusahaan ekspor-impor, dan lain lain, maka saham–saham perusahaan tersebut wajib dikeluarkan zakatnya di samping zakat atas keuntungan yang diperoleh. Caranya adalah dengan menghitung kembali jumlah keseluruhan saham kemudian dikurangi harga alat-alat, barangbarang ataupun inventaris lainnya. Besarnya kadar zakat adalah 2,5 % dan bisa dikeluarkan setiap akhir tahun.


3. Jika perusahaan tersebut bergerak di bidang industri dan perdagangan sekaligus, artinya melakukan pengolahan suatu komoditi dan kemudian menjual kembali hasil produksinya, seperti perusahaan Minyak dan Gas (MIGAS), perusahaan pengolahan mebel, marmer dan sebagainya, maka sahamnya wajib dizakatkan dengan mekanisme yang sama dengan perusahaan kategori kedua. Pendapat kedua adalah pendapat Abu Zahrah. Menurutnya, saham wajib dizakatkan tanpa melihat statusperusahaannya karena saham adalah harta yang beredar dan dapat diperjual–belikan, dan pemiliknya mendapatkan keuntungan dari hasil penjualan tersebut. Ini termasuk kategori komoditi perdagangan dengan besaran zakat 2,5% dari harga pasarnya. Caranya adalah setiap akhir tahun, yang bersangkutan melakukan penghitungan harga saham pada harga pasar, lalu menggabungkannya dengan dividen (keuntungan) yang diperoleh. Jika besarnya harga saham dan keuntungannya tersebut mencapai nishab maka saham tersebut wajib dizakatkan.


Yusuf Qardawi sendiri mempunyai pendapat yang agak berbeda dengan kedua pendapat di atas. Beliau mengatakan jika saham perusahaan berupa barang atau alat seperti mesin produksi, gedung, alat transportasi dan lain-lain, maka saham perusahaan tersebut tidak dikenai zakat. Zakat hanya dikenakan pada hasil bersih atau keuntungan yang diperoleh perusahaan, dengan kadar zakat 10 persen. Hukum ini juga berlaku untuk aset perusahaan yang dimiliki oleh individu/perorangan. Lain halnya kalau saham perusahaan berupa komoditi yang diperdagangkan (tercatat di bursa saham), zakat dapat dikenakan pada saham dan keuntungannya sekaligus karena dianalogikan dengan urudh tijarah (komoditi perdagangan). Besarnya kadar zakat adalah 2,5%. Hal ini juga berlaku untuk aset serupa (surat-surat berharga lainnya) yang dimiliki oleh perorangan. Pendapat yang terakhir ini, sebagaimana disampaikan Yusuf Qaradawi nampaknya lebih mudah dalam aplikasinya. Zakat saham hanya diwajibkan pada saham yang berupa komoditi perdagangan dengan kadar zakat 2,5%.#

Tidak ada komentar: